Pengagum Eyang Djoego dan RM Iman Soedjono bukan hanya dari masyarakat Jawa. Tetapi juga dari warga Tionghoa (China). Salah satu buktinya, Etnis Tionghoa memiliki sebutan tersendiri untuk dua tokoh yang dimakamkan di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang itu. Untuk Eyang Djoego disebut sebagai Twa Law She artinya guru besar pertama dan RM Iman Soedjono disebut sebagai Djie Law She artinya guru besar kedua.
Menurut catatan, semasa hidupnya di pertengahan tahun 1870 Eyang RM Iman Soedjono (Djie Low She) pernah menanam aneka pohon langka. Di antara koleksi pepohonan yang langka tersebut ada yang sangat menonjol karena benihnya didapat dari luar pulau, yaitu pohon dewandaru atau cerme londo atau dalam bahasa botaniknya equina uniflora. Pohon tersebut oleh kalangan Tionghoa disebut pohon Shian Tho artinya pohon dewa. Karena diyakini pohon tersebut sangat langka.
Lalu timbul anggapan dari sebagian pengunjung yang menyatakan, bahwa siapa yang kejatuhan buah shian tho di area Pesarean Gunung Kawi dipercayai akan mendapat kesuksesan maupun kebahagiaan.
Baca Juga:
Masjid Jawa di Bangkok, Peninggalan Pendatang Asal Jawa Ratusan Tahun Lalu
Namun, semua itu terserah kepada pribadi masing-masing karena istilah kepercayaan itu pengertiannya relatif. Artinya tidak bisa dikaitkan dengan agama maupun secara ilmiah. ”Walaupun begitu kami berharap jangan dikembangkan ke arah yang tidak rasional,” ujar RS Soeryowidagdo penulis buku berjudul Pesarean Gunung Kawi (Tata Cara Ziarah dan Riwayat Makam Eyang Panembahan Djoego, Eyang Raden Mas Iman Soedjono di Gunung Kawi).
Dia mencontohkan, misalnya seseorang kebetulan kejatuhan buah Shian Tho kemudian buah tersebut dibungkus dengan lembaran uang kertas yang masih berlaku, bahkan merasa wajib menebus buah dewandaru dengan membeli aneka sesaji atau kambing hidup yang harus dilepas di hutan dengan harga yang mahal. Kesemuanya itu sama sekali tidak dibenarkan.
Bahkan menurut Soeryowidagdo, membungkus buah shian tho, ataupun benda-benda lain dengan uang kertas yang masih berlaku adalah melanggar undang-undang. Karena lembaran uang kertas itu berdasarkan undang-undang moneter kegunaannya hanya satu, untuk alat pembayaran yang sah, bukan untuk bungkus.